MENGAPA SETELAH “IYYAAKA NA’BUDU” DISUSUL DENGAN “WA IYYAAKA NASTA’IN”...?

Dalam sholat kita selalu membaca firman Allah ta’ala,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.” [Al-Fatihah: 4]

Pada ayat yang mulia ini terdapat tiga pelajaran penting:

1) “Hanya kepada-Mu kami beribadah” adalah hakikat Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini hanya Allah ta’ala satu-satunya sesembahan yang benar, adapun sesembahan selain Allah ta’ala adalah salah. Maka seorang hamba hanya boleh beribadah kepada Allah ta’ala yang satu saja, tidak boleh mempersembahkan ibadah kepada selain-Nya. Ini adalah hikmah penciptaan manusia dan dakwah seluruh para nabi dan rasul 'alaihimussalaam, dan selalu kita diingatkan setiap hari dalam ayat yang mulia ini, menunjukkan pentingnya mentauhidkan Allah ta'ala dan mendakwahi manusia kepadanya.

2) “Hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan” adalah hakikat Tauhid Rububiyah, yaitu meyakini hanya Allah ta’ala yang mencipta, menguasai dan mengatur, maka hanya Dialah yang mampu menolong kita, mengabulkan doa-doa kita dan menghilangkan kesusahan dari kita. Sedangkan kita adalah makhluk yang lemah, yang selalu membutuhkan pertolongan-Nya.

Sangat mengherankan, jika seseorang yang membaca ayat ini setiap hari namun tidak mentauhidkan Allah ta’ala, baik dalam uluhiyah maupun rububiyah. Ada yang masih menganggap boleh-boleh saja beribadah kepada selain Allah karena itu hak asasi manusia, ada yang masih mendatangi kuburan-kuburan atau tempat-tempat keramat untuk berdoa kepada para penghuni kubur atau "penunggu" tempat "keramat" serta mengharapkan berkah dari mereka. Dan ketika ditimpa musibah bukannya minta tolong kepada Allah ta’ala malah lari ke dukun, mempersembahkan sesajen kepada setan, pake jimat, takut bulan sial, hari sial, angka sial, dan berbagai macam kesyirikan serta kekufuran lainnya.

3) Ibadah membutuhkan pertolongan Allah ta’ala. Al-‘Allamah Al-Mufassir As-Si’di rahimahullah berkata,

وذكر { الاستعانة } بعد { العبادة } مع دخولها فيها، لاحتياج العبد في جميع عباداته إلى الاستعانة بالله تعالى. فإنه إن لم يعنه الله، لم يحصل له ما يريده من فعل الأوامر، واجتناب النواهي

“Dan disebutkan isti’anah (memohon pertolongan) setelah ibadah, padahal isti’anah juga ibadah, sebab seorang hamba membutuhkan pertolongan Allah ta’ala dalam seluruh ibadahnya, karena jika Allah ta’ala tidak menolongnya maka ia tidak akan berhasil dalam mengamalkan ibadah yang ia inginkan, apakah menjalankan perintah atau menjauhi larangan.” [Tafsir As-Si’di, hal. 39]

[Silakan ta'awun wahai Ahlus Sunnah untuk menyebarkan dakwah tauhid wa sunnah, jazaakumullaahu khayron]

Ditulis oleh: Ustadz Sofyan Chalid Ruray

Postingan terkait: