Seorang muslim yang berpegang kepada sunah bukanlah orang yang mudah terpengaruh dan terpicu oleh api fitnah. Mereka memeriksa dengan teliti segala berita yang ia dengar atau saksikan dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap. Mereka memandang jauh dengan keilmuan yang dalam dan tajam tentang hakikat di balik sebuah peristiwa, sebelum mereka menyebarkan kabar tersebut, sehingga ia mengetahui sikap apa yang harus ia lakukan.
Demikianlah seharusnya sikap kaum muslimin mengamalkan firman Allah,
وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka menyerahkan kepada Rasul dan ulil amri (para ulama) diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka. Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja di antaramu” (QS. An Nisaa : 83).
Syaikh Muhamad Al ‘Aqil hafizhahullah berkata, “Di antara keanehan keadaan umat di zaman ini, yaitu bahwa orang-orang yang menukil berita dan segera menyebarkannya tidak dapat membedakan siapa yang membawa berita itu. Engkau lihat ia meriwayatkan berita dari majalah atau media milik orang-orang kafir dan menjadikannya sebagai kabar yang menghasilkan keyakinan. Dengan itu ia membangun di atasnya masalah-masalah yang berbahaya yang berhubungan dengan mashlahat umat. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa orang kafir tidak layak dijadikan sebagai rujukan dalam menerima berita. Tidakkah mereka tahu bahwa orang-orang kafir itu menyebarkan kabar-kabar tersebut untuk memporak-porandakan barisan kaum muslimin dan menebarkan ketakutan, kelemahan, dan keraguan kepada umat?!” (Al Fitnah, Hal. 75)
Sesungguhnya kehidupan masyarakat tidak lepas dari isu dan kabar burung, ini disebabkan oleh adanya tiga jenis manusia: Pertama adalah orang yang menggunakan isu untuk merusak kehidupan masyarakat Islam, yaitu dari kalangan orang-orang munafik dan non muslim. Kedua adalah orang yang mudah menerima kabar dan segera menyampaikannya kepada orang lain tanpa memeriksa kebenarannya. Dan yang ketiga adalah orang yang mudah berburuk sangka atau cepat menyimpulkan lalu ia segera mengabarkan kepada orang lain berdasarkan sangkaan yang salah tersebut.
Terlebih bila isu tersebut berhubungan dengan kehormatan seorang muslim, maka hendaknya kita lebih berhati-hati agar kita tidak menuduh seseorang dengan kebodohan lalu menjadi penyesalan bagi kita kelak, Syaikh Abdul ‘Aziz As Sadhan rahimahullah berkata, “Apabila isu itu berhubungan dengan orang yang shalih dan baik, maka hendaklah berbaik sangka terlebih dahulu dan memberikan udzur (dispensasi) untuknya jika udzur itu masih diterima secara syariat”.[ Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, Hal.218]
Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu berkata,
لاَ تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ مُسْلِمٍ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِيْ الْخَيْرِ مَحْمَلاً.
“Janganlah engkau berprasangka buruk terhadap kalimat yang keluar dari mulut seorang muslim sementara engkau masih menemukan untuknya makna dalam kebaikan.”[ Kanzul ‘ummal, no. 44372]
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, “Kabar apapun apabila engkau ingin menukilnya, wajib memeriksanya terlebih dahulu, apakah benar kabar tersebut dari orang yang engkau nukil atau tidak. Kemudian jika benar, maka jangan langsung menghukumi sampai engkau periksa dalam vonis tersebut, barangkali kabar yang engkau dengar berdasarkan pada pokok yang engkau tidak mengetahuinya sehingga engkau memvonis bahwa ia di atas kesalahan, namun kenyataannya tidak salah…”[Syarah Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Hal 53]
Ini juga bagian konsekwensi sikap Al Anah yang disebutkan dalam hadis:
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai oleh Allah yaitu Al Hilmu dan Al Anah.” (HR Muslim).
By: Ustadz Hizbul Majid Al-Jawi