Mereka berjuang, bukan untuk dikenang atau dianggap pahlawan.
Mereka berkorban bukan karena menanti imbalan selain imbalan dari Allah.
Mereka berperang bukan karena Islam adalah agama warisan nenek moyang yang harus diperebutkan atau dilestarikan agar tetap menguntungkan.
Semua itu mereka lakukan demi menuruti tuntutan suara iman dan panggilan Islam.
Suatu hari ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ، الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُذْكَرَ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ، فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللهِ؟
Ya Rasulullah, ada lelaki yang berperang demi mendapatkan rampasan perang, ada pula yang berperang agar dikenang, dan ada pula lelaki yang berperang agar dikenal perjuangan/keberaniannya, siapakah dari mereka yang pantas disebut berperang di jalan Allah?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
«مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ أَعْلَى، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ»
Siapapun yang berperang guna menegakkan kalimatullah / agama Allah, maka dialah yang pantas disebut berperang di jalan Allah (Muttafaqun Alaih)
Mengilhami hadits ini, Imam Syafii rahimahullah berkata:
وددت أن الناس تعلموا هذا العلم ولا ينسب لي منه شيء
Aku mendambakan, andai semua manusia mempelajari ilmu ilmuku ini, walaupun tiada satupun yang mereka akui sebagai ilmuku.
Perkataan Imam Syafii ini menggambarkan betapa sempurnanya keikhlasan beliau. Berdakwah dan mengajarkan ilmu bukan agar diakui sebagai ulama' atau dianggap sebagai penemu atau yang disebut dengan " YANG BABAT ALAS" alias perintis.
Hanya ada satu harapan beliau, dicatat di sisi Allah telah berjuang dan menyebarkan dan mengajarkan kebenaran kepada orang lain.
Beliau berjuang dan berdakwah bukan karena merasa sebagai pemilik agama Islam atau penguasa ummat Islam. beliau melakukan semua itu demi mendapatkan keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Islam adalah milik Allah Azza wa Jalla, sedangkan kita adalah penerima anugrah islam. Kalaulah bukan anugrah dari Allah, niscaya hati kita tidak pernah terbuka untuk menerima Islam.
فَمَن يُرِدِ اللهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Maka barang siapa yang Allah kehendaki untuk mendapatkan petunjuk, maka Allah pasti melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Namun orang yang Allah kehendaki agar tersesat, maka Allah jadikan dadanya terasa sempit dan terhimpit (susah menerima kebenaran), seakan akan ia naik menuju ke atas langit. Demikianlah Allah menjadikan kehinaan/ kesesatan menimpa orang orang yang tidak beriman. (Al an'am 125)
Sobat! Jangan pernah anda sibuk memperebutkan klaim Islam adalah milik anda, dan anda adalah penguasa atau pemimpin Islam. Namun menjeritlah dalam batin anda: apa yang telah saya perbuat untuk kejayaan Islam?
Islam senantiasa memanggil anda.
Islam senantiasa menanti bukti keislaman anda.
Islam senantiasa senantiasa menanti pengorbanan dan kesungguhan anda membela dan memperjuangkan Islam.
Sampai kapankah anda terus menunda dan menunda pengorbanan untuk Islam?
Oleh: Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri