Namun realita yang ada sekarang hampir -kalau tidak dikatakan sama sekali- tidak ada hubungan yang ideal antara rakyat dan penguasa.
Ketidak adanya motor penggerak berupa faktor keimananlah yang acap kali menjadikan hubungan diantara kedua belah pihak carut marut. Terkadang di pihak pemerintah mereka memenuhi hak rakyat jika ada keinginan terselubung dari keuntungan duniawi. Di sisi lain rakyat taat kepada pemimpinnya hanya karena semata pemerintah memiliki sistem ketahanan yang kuat. Siapa yang menentang akan ditindak tegas. Sehingga ketaan rakyat bukan dilandasi karena faktor keimanan. Inilah ketimpangan yang mendasar tidak adanya hubungan yang harmonis karena lemahnya faktor keimanan yang bersemayam pada kedua belah pihak.
Dalam rangka mewujudkan ragam hubungan yang ideal dan indah antara rakyat dan penguasa, syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan beberapa kondisi Antara rakyat dan penguasa, antara lain:
- Faktor kekuatan iman dan kekuatan kekuasaan, dalam kondisi yang sama kokohnya adalah kondisi sempurna terwujudnya sebuah idealisme hubungan yang baik.
- Faktor kekuatan iman dan kekuatan kekuasaan, dalam kondisi amat lemah. Ini merupakan kondisi paling buruk dan paling berbahaya dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bertanah air, penguasa maupun rakyat. Sebab, hal demikian adalah faktor timbulanya kerusakan, kekacauan, serta dekadensi akhlaq dan moral.
- Faktor kekuatan iman dalam kondisi tidak ada (lemah), namun kekuasaan memiliki kekuatan. Ini merupakan kondisi yang baik dibanding faktor kedua. Sebab jika masih ada kekuatan ini akan menjadi proteksi dari segala kejelekan yang timbul dari faktor lemahnya iman. Sebaliknya, jika kekuatan kekuasaan lemah, maka tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi berupa perilaku buruk umat dan kondisi-kondisi chaos (kacau balau).
- Foktor kondisi keimanan dalam level yang cukup kokoh, namun kekuasaan tidak cukup kuat (lemah), maka secara lahiriyah hubungan masyarakat akan menjadi baik, dari pada kondisi kedua, namun lebih rendah dari kondisi ketiga, namun dalam konteks hubungan hamba dengan Rabb nya lebih baik dari kondisi yang ketiga. (Lihat penjelasananya dalam syarah Tsalatsatul Ushul, karya syaikh Ibnu Utsaimin, hal: 154-155).
Mencermati relaita di atas hendaknya kita merenungkan bersama. Bukankah jika tidak bisa meraih yang paling sempurna di antara 4 kondisi di atas, kita tudak ingin memilih yang paling buruk? Karena itu di sinilah pentingnya tonggak pembinaan keagamaan yang baik agar terciptanya kondisi negeri yang baik.
Meskipun keadaan kekuasaan lemah, bila masyarakat memiliki iman, mereka akan bahu membahu menciptakan stabilitas keamanan negara. Lebih bagus lagi jika ditunjang dengan kekuasaan yang kuat, serta SDM masyarakat unggul mengacu pada perpaduan kolaborasi IMTAQ dan IPTEK. Dakwah pun akan ikut bersinergi menyeimbangkan keadaan.
Wallahul muwaffiq.
Oleh: Ustadz Hizbul Majid Al-Jawi