TAMPAN, PERFECT TAPI NYUNNAH

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ رواه أبو داود

"Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya dia memuliakannya". [HR.Abu Dawud dari Abu Huraira.

Imam Al Munawi -rahimahullah- berkata,
"Memuliakan rambut maksudnya adalah merapikannya, membersihkannya dengan cara membilasnya, memberinya minyak rambut lalu menyisirnya. Tidak membiarkannya acak-acakan sehingga terlihat kusut. Karena kebersihan dan penampilan yang baik merupakan hal yang dicintai dan diperintahkan (oleh agama), selama tidak berlebih-lebihan.” [Faidul Qadir 6/ 208]

Ditengah kesibukannya sebagai seorang Nabi dan utusan Allah, pemimpin negara sekaligus pemimpin rumah tangga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memperhatikan kerapian rambutnya. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ دُهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيْحَ لِحْيَتِهِ وَيُكْثِرُ الْقَنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ

"Rasulullah sering meminyaki rambutnya dan menyisir jenggotnya juga sering memakai tutup kepala, (karena banyaknya minyak tersebut) hingga bajunya seperti baju penjual minyak". [HR Baihaqi dalam Syarhu As Sunnah]. Bahkan saat I'tikaf sekalipun kekasihnya Aisyah -radhiallahu anha- tak lupa menyisir dan meminyaki rambut Rasulullah shallahu alaihi wasallam dari balik jendela rumahnya.

Keindahan adalah sesuatu yang dicintai Allah karena selaras dengan ke Maha Indahan Allah. Pembaca tentu ingat saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Berbicara tentang takabbur (sombong), salah seorang sahabat bertanya, “

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang lelaki senang kalau sandal dan bajunya bagus.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

انّ اللّه جميل يحبّ الجمال . الكبر : بطرالحقّ وغمط النّاس

“Sesungguhnya Allah Maha Indah serta menyukai keindahan. Al-Kibru (sombong) itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Allah ta'ala mencintai seorang hamba yang selalu menghiasi ucapannya dengan kejujuran, hatinya dengan keikhlasan dan kecintaan, juga mencintai seorang hamba yang selalu kembali dan bertawakkal kepada-Nya. Dia juga mencintai hamba yang selalu memperlihatkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadanya.

Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda-

إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده

“Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dianugerahkan-Nya) kepada hamba-Nya” [HR at-Tirmidzi dan al-Hakim]

Lebih jauh Islam bahkan mengajarkan umatnya agar berpakaian dengan pakaian yang indah saat memasuki masjid.

Allah berfirman:

يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. {QS: Al A'raf}

Pakaian yang indah di sini tentunya pada maknanya yang proporsional dimana kesemuanya kembali pada prinsip bahwa pakaian itu adalah untuk menutup aurat. Kalau prinsip ini hilang maka akan hilang keindahannya menurut ajaran Islam. Akan lain lagi kalau menurut ukuran hawa nafsu.

Islam juga menyuruh kita untuk membersihkan tubuh dari najis dan kotoran. Menyuruh kita mandi untuk menghilangkan bau dan kotoran,
memotong kuku,
merapikan rambut, menyisir janggut,
memakai wangian, dan
menyikat gigi, serta hal-hal lain sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang membicarakan sunan-sunnah fitrah.

“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara janggut, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, mungkin yang kesepuluh adalah berkumur.” [HR. Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah]

Soal menyikat gigi Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
“Seandainya tak memberatkan umatku, nescaya aku akan memerintahkan kepada mereka utk bersiwak setiap kali akan shalat.” [HR. Bukhari & Muslim]

Mengenai memakai wangi-wangian Anas bin Malik -radhiallahu anhu- menceritakan,“Tidak pernah aku mencium bau wangi atau bau semerbak yang lebih wangi dari bau dan semerbak Nabi -shallallahu alaihi wasallam.” [HR. Bukhari]

Yang demikian karena kedisiplinan menjaga penampilan diri dan kebagusan berperawakan, menunjukkan performa jati diri kemusliman kita. Artinya, orang yang senantiasa memperbaiki penampilannya, tak diragukan lagi ia juga akan semakin baik dalam berpikir dan bernurani. Badan yang bersih, penampilan yang baik, pakaian yang rapi, merupakan cermin kebersihan mental dan akal.

Namun demikian, ajakan berpenampilan baik diatas sama sekali tidak bermaksud membuka "kran" budaya glamour. Sekali-kali bukan! Namun semata-mata demi keserasian aktualisasi antara penampilan dan profesionalitas. Karena dari sisi lain Islam tidak menghendaki israaf atau berlebih-lebihan dalam segala hal. Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Makan & minumlah, bersedekah& berpakaianlah dengan tidak boros & tidak disertai kesombongan." [HR Ahmad,An-Nasai,Ibnu Majah& Hakim]

Seringkali sebagian kaum muslimin meremehkan masaalah penampilan luar dengan berbagai macam alasan.

Ada yang beralasan dengan zuhud, ada yang bilang, "yang penting kan akhlaknya baik", "Penampilan tidak terlalu penting". "Yang penting hatinya tampan". Maka tak jarang kita mendapati sebagian orang berpenampilan acak-acakan dalam kesehariannya bahkan saat mendatangi pengajian sekalipun. Biar lebih mantap sesekali dibumbui dalil bahwa Rasul bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat tampang rupamu...dst."

Mereka lupa bahwa dizaman Rasulullah seseorang pernah dipaksa keluar dari masjid Nabawi hingga ke Baqi' karena bau tak sedap [Muslim dan Nasa'I]. Rasul bahkan melarang orang yang mengkonsumsi makanan yang berbau tajam untuk mendekati masjid, sebab para malaikat terganggu dengan apa-apa yang membuat bani Adam terganggu. [Muslim]

Kita tidak mengingkari bahwa bagusnya akhlak serta tampannya hati yang dihiasi ilmu jauh lebih utama ketimbang penampilan lahiriah. Namun bernampilan lahiriah yang baik dan syar’i juga merupakan tuntutan kehidupan yang selaras dengan tujuan-tujuan syariat. Hal itu diperlukan baik dalam pekerjaan sehari-hari maupun saat beribadah terlebih lagi ketika berdakwah.

Penampilan bahkan punya peranan penting dalam memberi kesan pada objek dakwah yang nantinya akan membawa pengaruh terhadap penerimaan mereka terhadap materi dakwah. Penampilan juga berperan sebagai penguat izzah dan wibawa kaum muslimin dihadapan orang-orang kafir. Jadi, tidak sepatutnya bagi seorang muslim sebagai apapun dia, untuk melalaikan persoalan ini. Terlebih lagi bagi orang yang akan menghadiri ta'lim baik kapasitasnya sebagai pendengar ataupun pemateri (Ustadz).

Sekian, semoga bermanfaat.

By: Ustadz Aan Chandra Thalib

Postingan terkait: