Akhir Dari Sebuah Namimah

Syaikhuna, 'Abdul Kariim Asy-Syawway, bercerita, "Di antara kisah yang masyhur yang menunjukkan betapa bahayanya perbuatan namiimah adalah kisah seorang laki-laki yang menawarkan barang dagangannya di sebuah pasar bangsa Arab.

"Dijual...dijual...."

Tahukah Anda barang apa yang akan dijualnya itu? Ya...Seorang budak laki-laki.

Setiap kali ada yang berminat untuk membelinya, tuannya ini selalu mengatakan bahwa budaknya bagus dalam bekerja, namun ia memiliki satu 'aib. Budaknya ini seorang "nammaam" (suka namiimah=alias suka mengadu domba).

Hampir semua orang yang berminat mengurungkan niat untuk membelinya karena hobinya yang suka namiimah itu. Setelah beberapa lama menunggu di pasar, akhirnya datang juga rejeki yang diharap-harapkan. Seorang saudagar tertarik untuk membeli budak itu. Walaupun telah diberitahukan kepadanya tentang 'aib si budak tersebut, dia tetap pada keinginannya untuk membeli sambil menyepelekan atau menganggap 'aib yang dimaksud tidak berpengaruh pada pekerjaannya.

Singkat cerita, si budak itu akhirnya berpindah tuan. Selama bekerja di tempat tuannya yang baru, si budak sama sekali tidak menunjukkan hal-hal yang negatif. Pekerjaannya bagus, orangnya rajin, tidak bermalas-malasan. Pokoknya tuannya semakin senang dengannya.

Demikianlah tahun demi tahun dilalui. Hingga pada suatu hari.......
Si budak tukang namiimah ini berkata kepada istri tuannya, "Ya Sayyidatii... Wahai Nyonya... Maukah Anda kuberitahukan agar Tuan -suami Anda- lebih mencintai Anda sedalam-dalamnya dan tidak akan pernah berpaling dari Anda?"

Sang Nyonya pun kepincut. Siapa pula orangnya tak mau disayang suami dengan sangat? "Ah, bagaimana caranya wahai budakku agar suamiku lebih mencintai diriku?", tanyanya penuh penasaran. Si budak berkata, "Anda cukup mengambil 3 helai jenggotnya. Setelah itu berikan kepada saya. Selanjutnya urusan saya, Anda tinggal terima beres." Sang Nyonya akhirnya menuruti apa yang diminta oleh si budak.

Pada sore harinya, si budak berkata kepada tuannya, "Ya Sayyidii... Wahai Tuanku... Tahukah Anda kalau selama ini istri Anda telah berkhianat kepada Anda?"

Spontan sang Tuan terperanjat, "Bagaimana mungkin? Kamu tahu darimana?", tanyanya dengan keheranan. Si budak berkata, "Hmm... Biar Anda tahu saja, malam ini istri Anda berencana akan membunuh Anda agar kasus "selingkuh"nya aman."

"Waspadalah Tuan... Ini semua karena saya sayang sama Tuan...", begitu si budak mengingatkan.

Pada malam harinya, sang istri ketika menuju ke kamar suaminya yang sedang tidur, ia membawa pisau cukur guna mengambil 3 helai jenggot suaminya. Suaminya yang melihat hal itu semakin yakin dengan perkataan budaknya. Akhirnya sebelum sang istri mendekat, sang suami terlebih dahulu merebut pisau cukur tersebut dan langsung menikamkan ke dada istrinya. Terbunuhlah sang istri.

Si budak memberitahukan peristiwa ini kepada saudara-saudara sang istri. Mengetahui hal itu, mereka segera memburu sang suami. Mereka berhasil membunuh sang suami.

Wal haashil, berita terbunuhnya sang suami tersebar dan diketahui oleh kabilahnya. Fil akhiir, terjadilah perang antar dua kabilah: kabilah sang suami dan kabilah sang istri. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.

Saudaraku fillaah, demikian lah akhir dari sebuah namiimah. Inilah mengapa namiimah termasuk dosa besar (kabaa'ir). Allah Subhaanahuu wa Ta'aalaa telah mengingatkan kita dengan firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah berita tersebut, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada sebuah kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu." (Qs. Al-Hujuraat: 6)

Oleh: Ustadz Abu Yazid Nurdin

Postingan terkait: