Waah, Kereen, Berstandar Internasional

Sobat! Sekolah sekolah bertaraf internasional atau berlabel internasional banyak menjamur di negri kita, terutama di kota kota besar. Lembaga pendidikan yang demikian ini sudah bisa anda tebak, biayanya mahal selangit. Walau demikian, masyarakat berbondong bondong menyekolahkan putra putrinya di sekolah sekolah tersebut.

Internasional kini benar benar menjadi pelet ampuh bagi masyarakat. Apapun kondisi sekolah tersebut, asalkan telah berlabel internasional maka masyarakat percaya, seakan mutu pendidikan melekat dengan label tersebut.

Namun, pernahkah anda mengamati sekolah sekolah tersebut? Bagaimana hasilnya dan bagaimana pula model pendidikannya?

Sobat! Pernahkah anda berpikir tentang makna dan pesan yang tersirat pada label tersebut? Tanpa anda sadari, label tersebut membawa pesan bahwa urusan mutu pasti ada di luar negri, sedangkan pendidikan dalam negri sudah dapat dipastikan tidak bermutu.

Kondisi serupa juga berlaku pada produk industri, betapa banyak produk yang kampanye dengan mengatakan : produk dalam negri dengan standar Jerman, Jepang dll, mengesankan bahwa standar dalam negri kurang bermutu sedangkan standar jerman pasti bermutu.

Sobat! Sampai kapan, kita memandang sebelah mata negri sendiri? Dan sampai kapan kita pesimis dengan negri sendiri? Bukankah telah tiba waktunya bagi kita untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negri lain?

Bahkan lebih miris lagi, masyarakat kita telah latah, setiap kali melihat sosok yang berkulit putih dan berhidung mancung langsung dikagumi dan dilabeli, tampan atau cantik kayak londo (belanda) atau franji (orang barat). Relakah anda dengan pesan bawah sadar bahwa bangsa anda tidak tampan dan tidak cantik? Kemanakah harga diri dan martabat kita? Terlebih bagi kita ummat yang beragama Islam?

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemuliaan dan kejayaan hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin, namun orang orang munafik tidak mengetahuinya. (Al Munafiqun 8)

Oleh: Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri

Postingan terkait: