Allah abadikan peristiwa menegangkan itu melalui firman-Nya,
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di ANTARA KALIAN ADA ORANG YANG MENGHENDAKI DUNIA DAN DIANTARA KAMU ADA ORANG YANG MENGHENDAKI AKHIRAT. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 152)
Kesedihan menyelimuti kaum muslimin atas musibah ini. Allah menguji mereka dengan wafatnya puluhan saudara mereka.
Namun ada musibah yang lebih besar dari itu semua. Di tengah mereka kerepotan menghadapi musuh dari depan dan belakang, tiba-tiba Ibnu Qamiah, salah satu pasukan musyrik berteriak, “Aku telah membunuh Muhammad…” “Aku telah membunuh Muhammad…”.
Seketika hiruk pikuk perang yang sedang berkecamuk langsung berhenti. Kesedihan makin mendalam dialami para sahabat. Membuat mereka lupa akan kesedihan yang pertama. Sementara orang musyrik begitu bangga karena sasaran utama mereka telah terbunuh.
Abu Sufyan yang kala itu memimpin pasukan musyrikin Quraisy, naik ke atas bukit dan meneriakkan,
“Apakah Muhammad masih hidup?”
“Apakah Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakr) masih hidup?”
“Apakah Umar bin Khatab masih hidup?”
Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta para sahabat untuk diam. Akan tetapi, Umar tidak bisa menahan emosinya dan meneriakkan,
يا عدو الله، إن الذين ذكرتهم أحياء، وقد أبقي الله ما يسوءك
“Wahai musuh Allah, orang-orang yang kau sebutkan semua masih hidup. Allah akan tetap membuatmu sedih.”
Kemudian Abu Sufyan memanggil Umar untuk menemuinya, Nabi-pun menyuruhnya untuk menghadap.
“Jawab dengan jujur wahai Umar, apakah kami telah berhasil membunuh Muhammad?” tanya Abu Sufyan.
“Demi Allah, tidak. Beliau juga mendengarkan ucapanmu saat ini.”
Komentar Abu Sufyan,
أنت أصدق عندي من ابن قَمِئَة
“Bagiku Kamu lebih jujur dari pada Ibnu Qamiah.”
Seketika, wajah kegembiraan menghiasi para sahabat. Melupakan semua musibah yang mereka alami dengan ‘kekalahan’ mereka di perang Uhud.
Bagi para sahabat, wafatnya 70 orang muslim jauh lebih ringan dari pada wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika berita wafatnya beliau hanya isu dusta, mereka merasa sangat bahagia.
Di lanjutan ayat di atas, Allah berfirman,
إِذْ تُصْعِدُونَ وَلَا تَلْوُونَ عَلَى أَحَدٍ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ فَأَثَابَكُمْ غَمًّا بِغَمٍّ لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَا أَصَابَكُمْ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah MENIMPAKAN ATAS KAMU KESEDIHAN ATAS KESEDIHAN, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran: 153)
Cinta Mereka kepada Nabi
Kabar wafatnya Rasulullah ternyata tercium sampai Madinah. Sepulang perang uhud, para wanita penduduk Madinah menanti kepastian kabar tentang beliau. Berikut sepenggal kejadian luar biasa yang menunjukkan kecintaan mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Pertama, Ketika sebagian pasukan Uhud telah memasuki Madinah, mereka dihadang seorang wanita dari Bani Dinar. Dia terus bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
“Suami anda meninggal.” Sahut pasukan Uhud.
“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.
“Ayah anda meninggal.” Pasukan uhud memberitakan.
“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.
“Saudara anda meninggal.” Pasukan uhud memberitakan.
Tapi dia tetap bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
“Beliau baik-baik saja, wahai Ummu Fulan. Walhamdulillah…, seperti yang anda harapkan.” Jawab para pasukan.
Dengan ikhlas, wanita ini mengatakan,
كل مصيبة بعدك جَلَلٌ ـ تريد صغيرة
Semua musibah selama anda selamat, itu ringan. (ar-Rakhiq al-Makhtum, 256)
Kedua, Ummu Sa’d bin Muadz menyusul beliau sambil berlari. Ketika itu, tali kekang tunggangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dipegang Sa’ad bin Muadz.
“Ya Rasulullah, itu ibuku.” Kata Sa’ad.
Beliaupun berhenti untuk menemuinya. Setelah dekat, beliau menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya putranya, Amr bin Muadz.
Dengan tabah beliau mengatakan,
أما إذ رأيتك سالماً فقد اشتويت المصيبة
“Selama saya melihat anda selamat, saya anggap ringan semua musibah.” (ar-Rakhiq al-Makhtum, 256)
Allahu akbar, tanda cinta yang luar biasa. Mengalahkan rasa cinta kepada suaminya, ayahnya, saudaranya, termasuk anaknya. Kesedihan mereka sirna, ketika mereka mendengar bahwa musibah kedua yang jauh lebih besar, ternyata hanya isu yang tidak nyata.
Oleh: Ustadz Abu Yahya Ammi Baits
Belum ada tanggapan untuk "Duka + Duka = Bahagia"
Catat Ulasan