Bapak itu memperkenalkan dirinya sebagai seorang pengusaha elevator, karena itu tema seputar perdagangan tidak luput dari pembicaraan kami berdua. Ia menyatakan bahwa pemerintah kita gagal dalam membangun perekonomian, sehingga produk dalam negri banyak yang gulung tikar hingga akhirnya kebanyak produsen kita beralih status sebagai pedagang atau agen produk luar negri alias importir saja.
Pasar kita dibanjiri oleh produk produk murahan dari negri tirai bambu dan lainnya, menggantikan produk produk bermutu yang dihasilkan oleh anak bangsa.
Mendengar penuturan bapak tadi, saya menimpalinya dengan berkata, benar pak, perekonomian kita maju pesat, padahal negara negara maju saat ini sedang limbung perekonomiannya. Akibatnya banyak perusahaan dan investor mereka yang berbondong bondong ke negri kita.
Kehadiran investor asing dan produk asing benar benar menjadi ancaman bagi kita, karena fundamental perekonomian kita rapuh. Dan menurut hemat saya ada beberapa faktor yang menjadikan kita mengalami hal ini:
- Idiologi kita rapuh, yang mengakibatkan masyarakat kita tidak loyal kepada produk negara sendiri. Alih alih loyal, masyarakat kita masih bermental bangsa terjajah, merasa bangga bila menggunakan produk luar negri dan sebaliknya risih alias kurang pede atau rendah diri bila menggunakan produk dalam negri.
- Banyak pengusaha kita yang tergiur untuk ekspor luar negri, sedangkan pasar dalam negri belum ia optimalkan. Karena itu ketika pasar luar negri mengalami kelesuan, maka pengusaha kita banyak yang tumbang, karena di dalam belum kuat dan di luar lesu. Sedangkan pengusaha luar negri telah mencapai titik jenuh di dalam negrinya sana, baru menggarap pasar luar negri. Akibatnya mereka berpesta dengan pasar kita sedangkan kita harus tersingkir di negri sendiri.
- Negara kita terus berupaya menstabilkan nilai tukar dolar, sedangkan negara barat tidak terlalu terbebani dengan masalah krus nilai tukar dolar. Padahal sektor keuangan inilah sejatinya yang selama ini menjadi beban bagi perekonomian kita. Krisis ekonomi 1997-1998 menjadi buktinya. Produksi bagus, dan konsumsi masyarakat bagus namun perekonomian negara kita hancur, akibat dari rapuhnya dunia perbankan kita.
Karena itu dalam sistem ekonomi Islam, sektor keuangan, jual beli mata uang diwaspadai dan harus mengikuti persyaratan yang sangat ketat, karena berlaku padanya hukum hukum riba.
Pertukaran valuta asing dalam Islam harus dilakukan secara tunai dan benar benar terjadi serah terima fisik, bukan sekedar simbolik. Dengan demikian mata uang tetap berada pada perannya yang sejati yaitu sebagai alat transaksi dan bukan sebagai obyek transasksi. Mata uang dalam sistem ekonomi Islam berperan sebagai pelicin perekonomian agar dapat berputar dengan mudah, sedangkan obyek ekonomi yang sebenarnya ialah barang dan jasa.
Namun kini masyarakat kita telah menjadikan sarana ekonomi yaitu mata uang sebagai obyek ekonomi yang diperdagangkan dengan bebas. Sehingga perputaran uang melebihi kebutuhan dan melebihi perputaran barang dan jasa. Akibatnya terjadilah kekacauan ekonomi, yang kaya semakin kaya sedangkan yang kecil terus bertambah kecil.
Karena itu banyak pengusaha besar yang berlomba lomba mendirikan atau memiliki bank, guna mengumpulkan dana masyarakat. Dan bila dana masyarakat telah terkumpul di banknya, para pengusaha tersebut dapat menggunakannya untuk membeli kekayaan/aset masyarakat, yang kemudian dijual ulang kepada masyarakat, dan demikian seterusnya.
Para pengusaha kelas "paus" tersebut melalui bank-nya dapat mengumpulkan dana segar bermilyar milyar bahkan bertrilyun trilyun rupiah yang tentunya dapat mereka gunakan untuk membiayai usaha mereka. Sedangkan masyarakat yang banting tulang dan peras keringat harus merasa puas hanya dengan mendapatkan buku tabungan dan kartu ATM.
Inilah sekelumit kejamnya sistem ekonomi kapitalis yang kita jalani saat ini. Dan sistem semacam inilah yang dimaksudkan dan diperangi pada ayat berikut :
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ
Agar harta kekayaan itu tidak hanya berputar diantara orang orang kaya dari kalian saja. (Al Hasyer 7)
Mendengar jawaban saya ini, bapak tersebut sidikit terkejut, dan segera mengalihkan pembicaraan ke tema lainnya.
Oleh: Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri
Belum ada tanggapan untuk "Ngobrol Dengan Lelaki Nasrani IV"
Catat Ulasan