Mengapa "sombong", karena banyak dari merasa "anti" alias kebal dari berbagai penyakit tersebut, bahkan tidak peduli dengan ancaman yang ia tebar melalui asap rokoknya kepada orang lain.
Betapa banyak orang yang memilih tindakan ceroboh nan berbahaya, semisal mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, melanggar rambu lalu lintas dan tidak berhelem lagi. Seakan kepalanya "anti" terhadap kerasnya aspal jalanan, atau paling kurang memiliki kulit yang "anti gores" atau bahkan merasa punya "nyawa serep", apalagi mengira dirinya "dijamin masuk surga".
Ada pula orang orang yang memilih makanan atau minuman haram, dan sarat dengan resiko berat, semisal daging babi, darah ular, ganja, dan bahkan pil "koplo", daripada makanan makanan uuuenak nan halal lagi.
Ada lagi orang orang yang memilih nama atau sebutan buruk, semisal : gentolet, cuk, gile, rawon setan, bakso bledek, getuk ketek, dari pada menyebutnya dengan kata: saudara atau antum atau sebutan baik lainnya.
Betapa banyak orang yang dengan bangga meniru perilaku hewan semisal: anjing kencing, monyet mabuk, nyengir kuda dan ucapan lainnya, dan masih banyak lagi.
Apa susahnya bagi kita apalagi bila kita menyadari bahwa kita adalah ummat islam, dan mengaku sebagai pengikut Nabi shallallahu alaihi wa sallam? Agama kita mengajarkan kesantunan dalam segala hal, termasuk ketika membuat sebutan, panggilan nama, membuat ilustrasi dan lainnya.
Segala hal yang baik sepatutnya disebut dengan sebutan dan nama yang baik pula. Dan kalaupun harus membuat ilustrasi agar lebih memudahkan ingatan atau pemahaman, maka buatlah ilustrasi yang baik pula.
Sebutan dan gambaran yang buruk hanya pantas digunakan untuk menyebut dan menggambarkan kejelekan pula. Demikianlah dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita melalui sabda beliau berikut ini:
العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ، لَيْسَ لَنَا مَثَلُالسَّوْءِ»
Orang yang menarik kembali pemberiannya, bagaikan anjing yang memakan kembali muntahan yang keluar dari perutnya. Tidak pantas bagi kita (ummat Islam) untuk memiliki sifat atau diperumpamakan dengan sesuatu yang buruk (hina). (Bukhari).
Imam Ibnu Hajar al Asqalany menjelaskan bahwa hadits ini menegaskan bahwa menarik kembali hibah yang telah diserah terimakan adalah perbuatan tercela dan haram, sama buruk dan menjijikan dengan perilaku anjing yang dikenal sebagai hewan paling serakah (ambisi) yang selalu menjulurkan lidahnya. Akibat dari ambisi dan keserakahan anjing menjadikannya senang melahap kembali muntahan yang telah keluar dari perutnya.
Oleh: Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri
Belum ada tanggapan untuk "Yang Baik Banyak Kenapa Pilih Yang Buruk?"
Catat Ulasan