Ibnul Jauzi -rohimahulloh- mengatakan:
"Jika kau melihat temanmu marah dan mulai mengatakan sesuatu yang tidak pantas, maka hendaknya jangan kau pedulikan sama sekali perkataannya… karena keadaannya itu seperti keadaannya orang yang sedang mabuk, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Tapi sabarlah ketika itu, jangan kau layani dia, karena setan telah mengalahkannya, tabi'atnya bergolak, dan akalnya sudah tertutupi.
Oleh karena itu ketika kamu melayaninya, atau bereaksi melawannya; kamu seperti orang waras yang melayani orang gila, atau seperti orang sadar yang memaki orang pingsan, sehingga kamu yang pantas dicela.
Tapi lihatlah dia dengan mata kasih sayang… dan ketahuilah bahwa bila dia sadar, pasti akan menyesali apa yang terjadi, dan mengakui jasamu dalam kesabaranmu… setidaknya kamu terima perlakuannya ketika dia marah hingga dia tenang.
Keadaan ini hendaknya diperhatikan oleh seorang ANAK ketika orang tuanya marah, begitu pula seorang ISTERI ketika suaminya marah, hendaknya dia membiarkannya puas dengan apa yang dikatakannya dan tidak melayaninya, maka dia akan kembali sendiri dengan rasa menyesal dan meminta maaf.
Ketika keadaan marah dan perkataannya dilawan, tentu permusuhan akan semakin jadi, dan saat dia sadar akan melakukan tindakan yang melampui tindakannya saat sedang 'mabuk'.
Tapi, kebanyakan orang mengambil selain langkah ini; ketika mereka melihat orang marah, mereka melawan perkataan dan perbuatannya, padahal ini bukan tindakan yang tepat, namun tindakan yang tepat adalah apa yang kusebutkan tadi, dan tidaklah ada yang memahami hal ini, melainkan mereka yang berilmu.
[Kitab Shoidul Khothir, hal: 296].
--------------
متى رأيت صاحبك قد غضب، وأخذ يتكلم بما لا يصلح، فلا ينبغي أن تعقد على ما يقوله خنصرًا... فإن حاله حال السكران، لا يدري ما يجري. بل اصبر لفورته، ولا تعول عليها؛ فإن الشيطان قد غلبه، والطبع قد هاج، والعقل قد استتر
ومتى أخذت في نفسك عليه، أو أجبته بمقتضى فعله، كنت كعاقل واجه مجنونًا، أو كمفيق عاتب مغمى عليه، فالذنب لك. بل انظر بعين الرحمة... واعلم أنه إذا انتبه، ندم على ما جرى، وعرف لك فضل الصبر. وأقل الأقسام أن تسلمه فيما يفعل في غضبه إلى ما يستريح به. وهذه الحالة ينبغي أن يتلمحها الولد عند غضب الوالد، والزوجة عند غضب الزوج، فتتركه يشتفي بما يقول، ولا تعول على ذلك، فسيعود نادمًا معتذرًا
ومتى قوبل على حالته ومقالته؛ صارت العداوة متمكنة، وجازى في الإفاقة على ما فعل في حقه وقت السكر. وأكثر الناس على غير هذه الطريق: متى رأوا غضبان، قابلوه بما يقول ويعمل، وهذا على غير مقتضى الحكمة، بل الحكمة ما ذكرته، وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ
Oleh: Ustadz Ad Dariny, MA.