Para peserta pelatihan tersebut adalah pegawai negara baik sipil maupun militer. Ternyata dari keseluruhan peserta hanya 40% yang mampu tampil di depan umum tanpa grogi. Selebihnya gemetaran, salah tingkah, dan kaku. Banyak yang mengaku bahwa inilah pertama kalinya tampil di depan publik.
Saya hanya sebagai pendengar (bukan peserta) mengambil banyak faidah dari pelatihan semacam ini. Di antaranya adalah belum tentu seorang yang bahasa ibunya bahasa Arab mampu berdiri di depan para pendengar yang paham bahasa Arab, memaparkan sebuah permasalahan atau tema dengan baik. Perlu latihan dan praktek di lapangan (kondisi riil).
Apalagi bagi yang tidak menguasai bahasa sebagai pengantar/wasilah dari pesan yang ingin disampaikan dalam pidato/orasi/ceramah/khutbah, tentunya akan lebih kesulitan lagi.
Lebih menarik lagi, ketika instruktur menceritakan kisahnya semasa kuliah dulu. Satu angkatan ada 70 mahasiswa. Kala itu dosen menugaskan agar setiap mahasiswa mempersiapkan diri untuk maju tampil berpidato tentang apa saja yang bermanfaat dan menjadi konsumsi publik. Dari 70 mahasiswa, 20 orang tidak mau tampil. 50 orang sisanya, 49 adalah orang Saudi. Hanya satu mahasiswa dari luar Saudi (yaitu Gambia) dan bahasa aslinya bukan bahasa Arab.
Yang mengejutkan, mahasiswa Gambia ini justru satu-satunya yang mendapatkan nilai penuh (100), dengan bahasa Arab yang fasih dan penuh percaya diri tampil di depan teman-temannya tanpa rasa takut apalagi grogi.
Oleh karena itu, semangatlah mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab bukan hanya milik orang arab, akan tetapi milik kaum muslimin.
Pepatah mengatakan:
من جد وجد
(Man jadda wajad)
"Siapa yang bersungguh-sungguh,
niscaya dia akan berhasil."
Oleh: Abu Yazid Nurdin
Belum ada tanggapan untuk "Bahasa Arab Milik Kaum Muslimin"
Catat Ulasan