Sungguh aku merasa prihatin menyaksikan pertikaian dalam tubuh kelompok yang gigih dalam mendakwahkan Tauhid dan Sunnah. Saling hina dan caci maki, tidak mau menjawab salam, dan berpemahaman bahwa seseorang itu disebut sebagai Salafy apabila ia keras dan kasar dalam dakwahnya, semakin keras dan kasar berarti semakin Salafy.
Allah Ta’ala barfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”. (QS 48 Al Fath ayat 29).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya sifat lemah lembut itu apabila ada pada sesuatu maka menjadikannya indah. Dan tiadalah dicabut dari sesuatu melainkan menjadikannya buruk”. (Hadits Shahih).
Realita yang ada saat ini adalah terjadi saling menghujat, fitnah dan bahkan menghancurkan diantara sesama muslim bahkan sesama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sesama ustadz, sesama da’i, sesama Thullabul ‘Ilmi (penuntut ilmu agama). Metode dakwah yang diterapkan adalah metode menejemen konflik, yaitu agar supaya dakwahnya laku maka cara yang dipakai adalah menghancurkan dakwah saudaranya sendiri. Persaingan tidak sehat dan penuh kecurangan. Sehingga akibatnya terjadi pecah belah. Dakwah yang telah dibina dan menjadi besar berubah menjadi kecil karena terpecah. Pecahannya pecah lagi, pecahannya pecah lagi dan pecahannya pecah lagi, demikian seterusnya. Semakin pecah dan semakin kecil sehingga Islam yang luas menjadi seperti kotak yang teramat sangat kecil. Para pengemban agama dan Thullabul ‘Ilmi berwajah sinis, sangar dan seram serta sangat jauh dari akhlakul karimah. Semakin rajin belajar agama justeru semakin buruk akhlaknya, busuk lidahnya dan jahat perangainya serta buta hatinya. Semakin bertambah ilmunya semakin bertambah kesombongan dan kecongkaannya. Merasa bahwa dirinya adalah yang paling benar. Murid-murid berani melawan ustadznya dan bahkan menghujat dan mentahdzir ustadznya sendiri. Kacang lupa kulitnya. Manusia-manusia yang tidak mempunyai kesetiaan dan tidak pernah menghargai kebaikan.
Benarkah Islam mengajarkan seperti ini?
Benarkah ini ajaran Salafush Sholeh?
Mungkinkah mereka mendapat ridha Allah?
Inikah ilmu yang bermanfaat?
Lupakah mereka dengan hari pembalasan?
Apa yang mereka cari?
Para Ulama' selalu menasehatkan agar kita lebih mengedepankan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan menjauhi sikap keras dan kasar teruatama pada zaman ini, yaitu zaman yang penuh dengan fitnah dan pecah belah bahkan di kalangan Ulama’ dan Thullabul ‘Ilmi (para penuntut ilmu).
Ini adalah renungan untuk kita semua supaya waspada untuk tidak menjadi seperti itu. Agama Islam itu indah dan nikmat apabila kita IKHLAS mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dipahami dengan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman Salaf Ash-Sholih dari kalangan para Sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in radhiyallahu ‘anhum ajma’in.. Semoga bermanfaat..
Bersambung insya Allah.....
Oleh: Ustadz Abdullah Sholeh Hadrami
Belum ada tanggapan untuk "Ridha Siapa Yang Kau Cari..?! [Bagian ke 1]"
Catat Ulasan