Macam-Macam Sesat Pikir (logical fallacy)

Artikel ini merupakan kumpulan dari status facebook Sdr. Ristiyan Ragil P tentang macam-macam sesat pikir (logical fallacy), dimulai dari yang paling tua dan umum: Strawman. Semoga bermanfaat.

Fallacy #1 : Strawman

Yaitu, Anda menyalahartikan argumen seseorang agar argumen tersebut lebih mudah diserang.

Anda melebih-lebihkan, menyalahartikan, atau bahkan secara total memalsukan argumen seseorang, sehingga lebih mudah untuk membuktikan bahwa pendapat Anda-lah yang rasional atau benar.

Strawman termasuk perbuatan dusta yang membahayakan pelakunya.

Contoh:
A: Jangan memprovokasi orang untuk menjelek-jelekkan pemerintah, meng-ghibah pemerintah,

B: Mosok mengkritik saja tidak boleh.

Dalam hal ini B telah melakukan strawan karena A tidak pernah berbicara tentang mengkritik, akan tetapi bicara tentang memprovokasi, menjelekkan, dan meng-ghibah pemerintah. Sedangkan kita tahu bersama bahwa mengkritik itu tentu jauh berbeda dengan memprovokasi, ghibah, dsb.

Syaikh Muqbil termasuk yang melemahkan hadits tentang perintah menasehati pemerintah secara empat mata, akan tetapi beliau dengan bashirahnya tetap membedakan antara kritik terbuka dengan provokasi. Kata beliau:

وفرق بين أن تقوم وتنكر على المنبر أعمال الحاكم المخالفة للكتاب والسنة، وبين أن تستثير الناس على الخروج عليه، فالاستثارة لا تجوز إلا أن نرى كفرًا بواحًا،

"Patut dibedakan antara mengingkari kebijakan-kebijakan pemerintah yang menyelisihi al Qur'an dan sunnah di atas podium dengan melakukan agitasi agar rakyat memberontak terhadap pemerintah. Agitasi untuk memberontak itu tidak diperbolehkan kecuali jika kita melihat pemerintah memiliki kekafiran yang nyata"

Strawman di Masa Tabi'in

Sa'id ibnul Musayyib melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab

"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

Syaikh Al Albani mengomentari:

"Ini adalah jawaban yang sangat bagus dari Sa'id ibnul Musayyib, dan merupakan senjata yang kuat untuk menjawab para pelaku bid'ah yang menganggap baik bid'ah-bid'ah yang ada, dan menuduh ahlus sunnah melarang dzikir dan shalat, padahal yang dilarang adalah penyelisihan mereka terhadap sunnah."

Komentar saya:
Mirip dengan para pencela pemerintah yang ketika ditegur mereka menjawab "Mosok mengkritik saja dilarang?"

Padahal tidak ada yang melarang kritik.

Strawman, sesat pikir, logical fallacy


Fallacy #2: Black or White

Anda memberikan dua alternatif pilihan saja padahal sebenarnya ada pilihan lain.

Contoh:
Agus berkata kepada Budi: "Kamu melarang saya mencela Doni, berarti kamu membela dia."

Padahal bisa jadi Budi melarang Agus untuk mencela Doni itu karena beralasan bahwa mencela itu tidak ada manfaatnya dan hanya buang-buang tenaga. Bukan karena Budi membela Doni.

Mirip dengan contoh ini adalah: mereka yang melarang untuk mencela presiden Jokowi disebut sebagai Jokower, pendukung penguasa zhalim, dan sebagainya. Seolah hanya ada dua kubu: Kalau kalian tidak bersama kami, berarti kalian bersama mereka (Either you with us, or you with enemy).

Contoh lain:
- Lebih baik bicara kasar tapi tidak korupsi daripada sopan tapi korupsi. Padahal ada yang sopan dan juga tidak korupsi)

- Lebih berdosa curi uang rakyat daripada minum alkohol

- Lebih baik gak berjilbab tapi gak korupsi daripada berjilbab tapi korupsi

- dan lain-lain.


Fallacy #3: Anecdotal

Anda lebih memilih menggunakan pengalaman pribadi atau contoh yang sifatnya tertutup, daripada mengemukakan argumen yang valid.

Sering sekali orang lebih mudah percaya pada testimoni seseorang daripada data penelitian yang terkesan lebih kompleks. Testimoni ini tentu saja dimaksudkan untuk menggiring orang kepada opini tertentu sesuai moral cerita.

Contoh:
1. "Kakek saya merokok sejak remaja sampai sekarang, sehingga sudah lebih dari 40 tahun beliau merokok namun sampai hari ini sehat-sehat saja. Makanya jangan terlalu percaya dengan apa yang Anda baca mengenai bahaya rokok"

2. "Di daerah kami ada sekelompok orang yang berjenggot dan berjidat hitam, terlihat seperti orang yang alim namun ternyata mereka tidak bisa membaca Al Fatihah dengan benar"

3. "Saya pernah bertemu dengan seorang tokoh salafi, setelah kami berbicara panjang lebar, saya menangkap bahwa ternyata dia memang suka mengkafirkan orang yang tidak sepaham"

Pada contoh pertama, ia ingin menggiring orang kepada opini bahwa merokok itu tidak selalu berbahaya.

Pada contoh kedua, ia ingin menggiring pada opini bahwa ternyata orang yang berjenggot dan berjidat hitam itu seringkali hanya penampilan luar saja.

Pada contoh ketiga, ia ingin menggiring orang pada pemahaman bahwa yang namanya salafi memang benar tukang mengkafirkan orang lain.


Fallacy #4: Appeal to Emotion

Anda lebih suka memanfaatkan respon emosional dari lawan diskusi daripada mengemukakan argumen yang valid.

Emosi manusia mencakup banyak hal mulai dari rasa iba/kasihan, cinta, takut, benci, bangga, rasa bersalah, marah, dan lain-lain.

Contoh:
A: "Berdasarkan perhitungan keekonomian di atas, Harga BBM harus dinaikkan karena harga minyak dunia sedang sangat tinggi"
B: "Apakah kamu tidak kasihan kepada para nelayan yang pencahariannya bergantung pada BBM?"

Di sini, B ingin menyanggah alasan A dengan memanfaatkan emosi A, yaitu rasa bersalah perihal nasib nelayan, bukan dengan memaparkan kekeliruan perhitungan dari A atau memberikan argumen lain yang membantah pendapat A.

Contoh lain:
A: Kita harus sabar menghadapi Belanda, tunggu sampai situasi berpihak kepada kita.
B: Bagaimana kalau keluargamu yang yang disiksa? Apa kamu masih bisa bilang sabar?

Di sini A sedang berargumen secara logis mengenai taktik, pertimbangan baik dan buruknya dalam menyerang musuh, namun B memanfaatkan sisi emosi dari A untuk membantah argumen tersebut.


Fallacy #5: Ad Hominem

Anda menolak sebuah argumen bukan karena isi argumennya, melainkan dari sisi personal orang yang membawa argumen itu.

Padahal seharusnya benar dan salah argumen bergantung pada isi agumen tersebut, terlepas dari siapa yang mengatakannya. Sebagaimana masyhur: unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala (lihatlah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan).

Fallacy ini induk dari beberapa cabang fallacy yang lain, sebagiannya insyaAllah akan ada penjelasannya di kesempatan berikutnya.

Contoh:
A: Berdasarkan bukti dan pemaparan saksi yang ada di persidangan, jelas bahwa pak RR tidak bisa dijerat dengan pasal itu, dengan demikian jelas beliau tidak bersalah.
B: Ya jelas kamu bilang begitu, karena kamu murid pak RR, sudah pasti membela.

Contoh lain:
X: Perkataan beliau dapat Anda lihat di kitab A, halaman sekian dan sekian.
Y: Bagaimana saya bisa percaya dengan ucapan seseorang yang bukan lulusan pesantren atau pendidikan agama?

NB:
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua bentuk "mempertanyakan personal" dari pihak yang berargumen dapat dihukumi ad hominem. Ada yang namanya otoritas dalam suatu bidang ilmu tertentu, yang menjadi pertimbangan apakah pendapat seseorang dapat dipertimbangkan atau tidak, di luar substansi (isi) argumen.

Misalnya, orang yang tidak pernah mempelajari suatu bidang ilmu namun berbicara tentang itu. Insinyur berbicara tentang kedokteran atau sebaliknya, dsb. Sebagaimana kata Ibnu Hajar:

من تكلم في غير فنه أتى بالعجائب

"Barangsiapa yang berkomentar sesuatu yang bukan bidangnya, pasti akan membawa banyak keanehan."

Ad hominem terjadi jika sebuah argumen itu benar, namun ditolak dengan cara menyerang karakter personal pembawa argumen.


Fallacy #6: Association Fallacy

Pernahkah Anda merasa ikut bangga akan prestasi yang ditorehkan salah seorang putra bangsa di kancah internasional?

Atau ikut merasa keren karena seseorang yang satu alumni sekolah atau perguruan berhasil menjuarai sebuah ajang bergengsi?

Padahal dia tidak kenal Anda, tidak pernah pula ada kesamaan kecuali hanya sekedar sama-sama satu negara, satu sekolah, dan lain-lain. Berhasilnya dia tidak ada hubungannya sama sekali dengan Anda, akan tetapi banyak orang yang ikut berbangga termasuk Anda?

Itulah, kadang kita terbawa pikiran "satu rasa" dengan orang lain hanya karena kesamaan label. Ketika yang satu label ini berkata atau berbuat sesuatu yang salah atau buruk, kita pun ikut malu. Padahal apa yang dikatakan dan diperbuat dia, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita!

Ingat, setiap orang hanya bertanggung jawab atas apa yang ia ucapkan dan lakukan. Ia tidak bertanggung jawab atas ucapan dan perbuatan orang lain. Di akhirat, semua akan mempertanggungjawabkan amalannya sendiri.

Organisasi, partai, harakah, dan golongan akan lenyap, tak akan kita sandang. Mari kita belajar meyakini pendapat kita sendiri tanpa terbelenggu pendapat partai dan harakah atau komunitas.

Guilt by Association


Pola pikir:

- A menyatakan sebuah argumen.
- B menyatakan argumen yang sama, tapi B ini orang bodoh.
- Kesimpulannya, A juga bodoh. Karena argumen dia sama dengan argumennya seseorang yang bodoh.

Contoh:
- A melarang mencela pemerintah.
- B melarang mencela pemerintah, sekaligus secara konyol suka memuji-muji pemerintah secara melampaui batas.
- Berarti A juga konyol karena punya pemikiran yang sama dengan B dalam berinteraksi kepada pemerintah.

Contoh lain:
- Adi seorang salafi.
- Budi juga mengaku salafi, tapi dia mendukung pemberontakan terhadap Mursi.
- Cepi menganggap Adi juga mendukung pemberontakan terhadap Mursi karena Adi seorang salafi, sama dengan Budi.


Fallacy #7: Tu Quoque

Anda menghindari kritik dengan membalikkan kritik tersebut kepada penuduh. Dengan kata lain, Anda menjawab kritik dengan kritikan balik.

Cara baca: tu-kuo-ki.
Secara harfiah diterjemahkan sebagai 'Kamu juga!'. Kesalahan ini umum digunakan sebagai pengalihan yang efektif karena mengubah tertuduh yang harusnya membela diri menjadi fokus ke penuduh sendiri.

Cara ini merupakan taktik efektif menghindari menjawab argumen orang lain berupa kritik - dengan memutar tuduhannya kembali kepada penuduh, sehingga tertuduh tidak perlu menjawab tuduhan itu.

Contoh:
A: "Sabar kalau menghadapi anak tu.."
B: "Jangan nasehatin sabar kalau kamu sendiri saja baru kemarin marahin anakmu"

Padahal nasehatnya benar, anjuran untuk bersabar. Tapi ditolak karena yang menasehati dianggap tidak konsekuen dengan nasehatnya sendiri. Ini sebuah kesalahan.

Contoh lain:
Cepi: "Jangan merokok lah..Gak baik buat kesehatan"
Dudi: "Gak usah jauh-jauh ke saya deh, lha itu bapakmu masih merokok, kok tidak kau nasehati?"

Dudi menolak nasehat Cepi dengan cara mengkritik balik sehingga gantian Cepi yang menjadi pihak yang harus menjawab.

Contoh semisal:
"Kenapa bapak cuma menilang saya? Lha itu yang tadi gak pakai helm bapak biarkan lewat"

"Kenapa plastik untuk wadah belanja dikurangi, sedangkan plastik untuk kemasan sabun malah dibiarkan?"

(Ok mas, nanti usul saja ke perusahaannya agar sabun cair atau sabun cuci piring dibungkus pakai kertas. ok?)

dan lain-lain.

Oh iya, fallacy ini juga sering disebut dengan appeal to hipocrisy.


Logical Fallacy #8: Guilt by Association

Dianggap ikut "bersalah" karena asosiasi atau kesamaan tertentu.

Contohnya:
- X seorang wanita sunda. Dia orang yang materialistis.

- Y juga wanita sunda.

Kesimpulan: Y juga materialistis.

Contoh di atas juga bisa digolongan sebagai fallacy of hasty generalization alias generalisasi yang terburu-buru.

Silakan kaitkan dengan yang sedang hangat di timeline Anda. Kalau ada yang seperti itu, gelar sarjana tidaklah menyelamatkannya dari kedunguan berpikir.

Tujuan utama mengetahui tentang macam-macam logical fallacy (sesat pikir) bukan untuk menuduh lawan diskusi Anda dengan fallacy,

Tapi yang paling penting adalah, dengan pengetahuan itu, Anda bisa menghindarkan diri Anda sendiri dari melakukan berbagai macam sesat pikir itu.

InsyaAllah postingan berseri tentang ini masih berlanjut untuk beberapa jenis fallacy yang umum ada di sekitar kita. Semoga dimudahkan.

Oleh: Sdr. Ristiyan Ragil P

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Macam-Macam Sesat Pikir (logical fallacy)"

Catat Ulasan