Ku Tetap Bekerja Di tengah Deraian Hujan Deras

kerja keras






































Meski kucuran keringat bersatu dengan derasnya air hujan. Tidak memupus semangat bapak penjual ini untuk terus bekerja mencari rizki yang halal, tanpa meminta-minta dan menjadi beban hidup bagi orang lain....

Di antara akhlak dan kepribadian mulia yang diajarkan Islam ialah sifat mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain dalam setiap keperluan hidupnya. Saudaraku! Tahu­kah Anda bahwa dengan mencari nafkah sendi­ri martabat Anda tidak terkurangi sedikit pun, bahkan akan semakin terjunjung tinggi? Betapa tidak, dengannya Anda akan kuasa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, di hadapan orang lain. Lain halnya bila Anda telah mulai menggerogoti martabat Anda dengan cara men­julurkan tangan kepada orang lain guna memin­ta sebagian dari hartanya.

Dahulu, sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ulama salaf setelah mereka tidak pernah merasa rendah diri untuk bekerja guna mencukupi kebutuhannya sendiri. Di antara mereka ada yang berdagang, ada yang bercocok tanam dan ada yang menjadi pekerja, tanpa ada rasa sungkan atau gengsi.

Sahabat Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, seusai dibai’at untuk menjabat khilafah beliau segera berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan, beliau ber­jumpa dengan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu Sahabat Umar bertanya kepadanya : “Hendak ke manakah engkau?” Abu Bakr menjawab: “Ke pasar” Umar kembali bertanya: “Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukkanmu?” Abu Bakr menjawab: “Subhanal­lah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?” Umar pun menjawab : “Kami akan memberimu secukupnya.” (HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubro, Kitab Adab al-Qodhi, Bab Ma yukroho lil qodhi min asy-syiro’ wal bai’ 10/107)

Saudaraku! Ketika hendak memulai bekerja, mungkin rasa sungkan menghinggapi hati Anda, terutama bila selama ini -dengan berbagai ala­san- Anda dimanjakan oleh orang tua. Apalagi bila pekerjaan yang hendak anda lakukan ter­golong pekerjaan kasar bila dibandingkan de­ngan taraf sosial kedua orang tua Anda. Walau demikian, tidak ada salahnya bila Anda tetap mencoba! Renungkanlah kisah nyata berikut :
Sahabat Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhu mengisahkan : “Pada suatu hari aku menjumpai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku menyaksikan beliau sedang dalam keadaan pucat.

Spontan aku bertanya: ‘Mengapa engkau tampak pucat?’

Beliau menjawab: ‘Sejak tiga hari tidak sesuap pun makanan masuk ke dalam perutku.

Tanpa pikir pan­jang, aku segera bergegas pergi, dan tiba-tiba aku mendapati seorang Yahudi yang sedang memberi mi­num unta-untanya. Aku pun bersepakat dengannya untuk memberi minum untanya, dengan imbalan berupa satu biji kurma untuk setiap satu ember air. Hingga aku berhasil mendapatkan segenggam kurma. Aku pun segera memberikannya kepada Nabi’ Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Be­liau bertanya: ‘Wahai Ka’ab! Dari manakah engkau mendapatkan kurma ini?’ Mendapat pertanyaan demikian, aku pun menjelaskan asal-usul kurma ter­sebut.” [HR.Ahmad 1/90, dan oleh al-Albani rahimahullah dinyatakan sebagai hadist hasan dalam Shohih Targib wat Tarhib 3/274 hadist no. 3271)

Hidup dengan penghasilan sendiri dari pe­kerjaan yang halal adalah hidup yang benar-­benar terhormat. Dan penghasilan dari kucuran keringat sendiri adalah penghasilan yang paling membawa keberkahan.

Dari Sahabat Rofi’ bin Khodij radhiyallahu ‘anhu ia menuturkan : “Diakatan (kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) : ‘Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling baik?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Hasil pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.”[HR. Ahmad dan dinyatakan sebagai hadist shohih oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadist ash-Shohihah 2/159 hadist no. 607).

Bahkan sekaliber Nabi Dawud 'alaihissalam seorang raja adidaya di masanya pun bekerja keras dari hasil jeri payahnya sendiri dg menjual tameng besi hasil kerajinan tangannya sendiri. Lihat (QS. Shad: 17-20). Wallahul muwaffiq.

Oleh: Ustadz Hizbul Majid Al-Jawi

Postingan terkait: