Hal ini bisa kita simpulkan dari sabda beliau:
"Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian, hingga aku lebih dia cintai melebihi orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya". [HR. Bukhori dan Muslim].
Hadits ini juga menunjukkan bahwa harus ada derajat CINTA yang berbeda-beda di hati manusia. Dan beliau mengurutkannya sesuai dengan urutan yang semestinya: Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, lalu orang tua, lalu anak, baru orang lain.
Bila mereka sepakat dalam memerintahkan sesuatu, maka itulah yang harusnya dilakukan, contohnya: perintah berbakti kepada orang tua.
Namun bila perintahnya bertentangan, maka di sinilah manfaat mengetahui derajat cinta yang berbeda tersebut, misalnya:
Apabila Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melarang kita untuk membuat perkara yang baru dalam agama, apapun bentuknya... Lalu ada sebagian ulama atau orang tua menganjurkan untuk melakukan 'maulid' yang jelas termasuk perkara yang baru dalam agama... Maka, manakah yang harusnya kita dahulukan?!
Jika CINTA kita kepada Nabi -shollallohu alaihi wasallam- lebih tinggi, tentu kita akan lebih mendahulukan larangan beliau dan tidak melakukan 'perayaan maulid'... dan inilah bentuk cinta yang sesungguhnya.
Sungguh tidak pantas, orang yang melanggar larangannya mengaku mencintai beliau... Apalagi sampai menuduh orang yang ingin menerapkan larangan beliau dengan tuduhan 'tidak cinta' kepada beliau.
Salah seorang penyair mengatakan:
"Jika cintamu itu tulus, tentunya kau telah mentaatinya... Karena pecinta sejati itu akan mentaati orang yang dicintainya".
Oleh: Ustadz Musyaffa' ad Dariny
Belum ada tanggapan untuk "Cinta Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- Itu WAJIB, dan Lebih Mencintai Beliau Bukan Berarti Tidak Mencintai Para Ulama, Ataupun Orang Tua"
Catat Ulasan