Antar Dokter Gadungan dan Kiyai Gadungan

Saudaraku! Ketika anda sakit, biasanya anda pergi ke dokter untuk berobat. Anda menceritakan keluhan anda dan dokterpun membuat diagnosa penyakit dan dan pengobatannya.

Bila setelah menjalani pengobatan ternyata sakit anda sembuh, biasanya anda segera membuat satu kesimpulan bahwa dokter tersebut bagus, manjur, tepat dll.

Terlebih bila pengalaman ini terulang berkali-kali, bukankah demikian?

Namun sebaliknya bila penyakit anda membandel, dan pengobatan yang ia berikan tidak mendatangkan hasilnya, maka biasanya pula anda membuat kesimpulan bahwa dokternya kurang bagus, tidak manjur atau mungkin juga anda mengumpatnya. Dan selanjtnya Anda segera mencari dokter lainnya yang lebih mahir.

Pendek kata anda akan berusa selektif dalam memilih dokter bagi penyakit anda, agar anda tidak menyia-nyiakan uang anda dan kesehatan anda terjaga serta tidak terancam. Bila demikian sikap anda dng dokter raga anda, apakah demikian juga sikap anda dng dokter jiwa anda?

Sudahkah anda selektif dalam urusan agama dan penyakit jiwa anda?

Atau mungkinkah selama ini yang penting anda bertanya dan berguru kepada orang yang telah memikul gelar Pak Kiyai, Ustadz, habib, LC, MA, Dr, atau Dai kondang, ulama'......dll?

Tidakkah anda sadari bahwa dokter jiwa anda juga penting bahkan lebih penting dari dokter raga anda?

Bila dalam urusan raga anda mewaspadai dokter gadungan, tentunya dalam urusan jiwa sepantasnya anda mewaspadi ulama' gadungan, ustadz karbitan atau dai balonan.....
«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْزِعُهُ مِنْ قُلُوبِ الرِّجَالِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُهُ بِقَبْض الْعُلَمَاءِ فَإِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسَأَلُوهُمْ فَأَفْتَوْهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sejatinya Allah tidaklah mencabut ilmu dengan cara langsung mencabutnya dari dada-dada para ulama', namun Allah mencabutnya dengan cara mewafatkan para ulama' hingga bila telah tiba saatnya, tidak lagi tersisa seorangpun ulama' maka masyarakat akan menobatkan orang-orang bodoh sebagai penutan mereka. Panutan-panutan bodoh tersebut ditanya lalu mereka menjawab dengan tanpa dasar ilmu, maka mereka tersesat dan menyesatkan.

Bagaimana dengan diri anda selama ini, sudahkah anda selektif atau anda biasa silau dengan gelar, julukan, atau pengakuan?

Apa tolok ukur anda dalam memilih dokter jiwa anda?
Sekedar Gelar atau dalil dan bukti ucapannya?

By:  Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri

Postingan terkait: